OPINI: Racun Nepotisme di Nafas Demokrasi Kampus

Deteksifakta.com — Kita paham bahwa, bila seseorang dipilih banyak orang, maka ia memiliki suara terbanyak. Inilah konsep pemilihan yang tumbuh dalam demokrasi.

Tapi, faktanya, banyak hal-hal yang seperti pedang, ia memotong jalannya pemilihan demokratis. Olehnya, terjadi kekacauan demokrasi. Akibatnya, seseorang yang dipilih banyak orang, bisa memiliki sedikit suara. Sementara, yang dipilih sedikit orang, memiliki banyak suara.

Kalau kita bicara tentang kontestasi pemilihan dengan jalur demokrasi yang ideal, berarti bicara siapa yang memiliki kualitas paling unggul. Yang mana, keunggulan kualitas akan mempengaruhi keunggulan kuantitas. Dengan begitu, ia dapat memenangkan kontestasi tersebut.

Contohnya, seseorang dengan citra yang baik, sepak terjang yang gemilang, rencana kedepannya rasional, dan lain lain, akan menghantarkan seseorang memperoleh kuantitas pendukung.

Tapi, sebagaimana yang disinggung sebelumnya, bahwa ada banyak hal yang bisa jadi pedang untuk menggugurkan demokrasi tersebut. Dalam hal ini, kita bisa melihat bagaimana permainan pada perangkat pemilihan sampai timbulnya praktek praktek nepotisme. Dimana, praktek tersebut, memberikan keuntungan kepada keluarga atau kerabat.

Tentu saja, hal tersebut tidak hanya membuat cacatnya proses pemilihan, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan demokrasi dan integritas lembaga terkait.

Praktek buruk tersebut, tidak hanya terjadi pada proses pemilihan negara, tapi juga proses pemilihan di dalam miniatur negara, yaitu kampus. Tujuannya sama, yaitu mendapatkan keuntungan beberapa kelompok, meski harus melunturkan integritas lembaga lembaga yang ada dalam kampus.

Dunia kemahasiswaan tentunya punya idealismenya sebagai mahasiswa. Tetapi, ketika praktek nepotisme terjadi di kampus, bagaimana sikap mahasiswa?. Bukankah mahasiswa adalah generasi yang diharapkan membawa negara kita kearah ideal.

Jika mengusut praktek buruk demokrasi kampus yang berulang-ulang terjadi, ujungnya, pelanggaran etika hukum. Karena cuma pelanggaran etika hukum, maka mereka yang terlibat dalam praktek tersebut, hanya mendapatkan sanksi sosial. Masalahnya, sanksi sosial, tidak punya efek jerah. Olehnya, solusi untuk membarantas itu bagaimana?

Hukum di kelembagaan kampus hanya mengatur ini itu kalau ada pelanggaran yang terkena apa sanksinya dan siapa yang memberikan sanksi? Birokrasi kampus!!!

Oooohh, tidak seperti itu kelembagaan kampus. Peran birokrasi hanya garis koordinasi untuk pelaksanaan program kerja, bukan mengintervensi jalannya roda organisasi tersebut.

Sebenarnya, inilah yang berdampak pada lunturnya esensi mahasiswa hari ini. Karena, kita sebagai mahasiswa bukan lagi berbicara tentang tantangan zaman hari ini, tetapi sibuk berbenah diri untuk saling senggol dengan kelompok ke kelompok.

Ingat Kelembagaan hadir karena banyak problem kemahasiswaan yang harus diselesaikan dengan kolektif, baik secara internal(kampus) pemenuhan hak kita, maupun secara eksternal, yaitu kepentingan masyarakat.

Harusnya kelembagaan menghadirkan tradisi intelektual di dalam dunia kampus, jika telah redup.

Apa yang kita harapkan dari sebuah kampus yang kehilangan tradisi intelektualnya?. Kalau tradisi intelektualnya hilang maka tradisi perlawanannya lenyap. tak pernah ada lagi demonstrasi, tak pernah ada lagi upaya-upaya untuk melakukan perlawanan atas kekuasaan yang makin diktator. Kampus ini menjadi sunyi.

Apa yang buat kita layak menjadi mahasiswa, kalau keberanian tidak ada?. kampus kehilangan potensi subversif-nya. Ada yang penampilannya radikal tapi pikirannya konservatif, ada yang penampilannya progresif tetapi tidak pernah melakukan perlawanan sama sekali.

Ketika tradisi perlawanan sudah hilang, tradisi berorganisasi tidak ada. Tradisi hidup kolektif tidak hidup dan itu membuat kampus hari ini memiliki kemapanan yang tidak bisa diubah. Seperti, parkiran yang rapi,gedung gedung rapi, mahasiswa rapi, semuanya rapi termasuk pikirannya kira kira.

Jangan sampai, orang yang pemikirannya rapi, selalu berfikir yang penting selesai-selesai. Tidak lagi ada pikiran alternatif lain untuk mendapatkan haknya.

Berantas nepotisme di kelembagaan mahasiswa agar tak mengakar keluar, sampai kita lepas dari miniatur negara ini!!!

Penulis: Ahmad Fauzy

Disclaimer: Deteksifakta.com tidak bertanggungjawab atas kandungan tulisan. Opini sepenuhnya dikembalikan kepada sang penulis. Bila Anda komplain, silahkan hubungi penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *